Minggu, 04 Juli 2010

Belajar Menjadi Per

“Duh, kenapa ya kok banyak sekali sih masalah yang datang? Rasanya sudah tidak sanggup lagi menghadapi cobaan demi cobaan ini. Satu masalah selesai, eeh.. masalah lain muncul. Belum lagi banyak tekanan dari sana dan sini…”

Demikian teman saya memulai percakapan di suatu sore yang agak mendung waktu itu. Untunglah 2 minggu sebelumnya saya menyaksikan acara Mario Teguh Golden Ways bertajuk Don’t worry be happy, saya lalu mengambil perumpaan yang disampaikan Pak Mario Teguh di acara tersebut. Perumpaan itu adalah tentang sebuah per (= pegas).


Kepada teman saya itu, saya sampaikan perumpamaan sebuah per. Per kalau dibiarkan begitu saja, tanpa ada tekanan, maka per itu tidak memiliki potensi gerak. Hanya per yang tertekan yang memiliki potensi. Per yang tertekan akan melakukan ’perlawanan’. Apabila per hanya diberi tekanan yang ringan, per itu akan mudah utk mereganggkan dirinya kembali dan bahkan melepaskan tekanan yang ringan tersebut. Lain halnya jika per itu diberi tekanan yang kuat. Demikian juga ketika ada beban yang ditaruh di sebuah per yang tergantung. Per akan meregangkan dirinya. Semakin kuat tekanannya, semakin kuat pula upaya per untuk meregangkan diri sampai akhirnya per ada di batas kemampuan gerak perlawanannya.

Hmmm…keliatannya gampang-gampang sulit yah. Atau sulit-sulit gampang sih?

Dalam hidup ini mana yang lebih mudah kita kontrol? Mana yang berada di wilayah kekuasaan kita? Apakah tekanan atau cobaan dalam hidup? Atau upaya kita untuk ”melawan” tekanan. Artinya upaya kita untuk keluar dari tekanan dan menjadi seorang ”pemenang”?

Tentu saja yang bisa kita kontrol adalah upaya kita sendiri bukan? Tekanan dalam hidup, cobaan, ujian, musibah, memang seringkali timbul karena ’keputusan’ yang telah kita buat. Perilaku, pikiran yang kita sadari akan membawa cobaan buat kita tapi tetap kita lakukan, itulah keputusan kita untuk menghadirkan cobaan dalam hidup kita. Namun, ada juga cobaan yang datang tanpa pernah kita minta. Ada saja kejadian buruk buat kita yang datang begitu tiba-tiba, bahkan yang datang lebih cepat dari waktu bernapas kita. Yach, sepersekian detik saja bisa terjadi musibah yang tidak harapkan.

Bagaimana kita menyikapi semua ini? Seperti layaknya per dalam perumpaan diatas, kita akan melakukan ‘perlawanan’ dengan segala potensi yang ada dalam diri kita. Tekanan atau cobaan yang ringan, membutuhkan sedikit upaya dari kita untuk bisa keluar dari tekanan atau cobaan itu. Namun tekanan yang besar, kompleks dan rumit akan membutuhkan banyak upaya dari kita dan malah memunculkan potensi yang sebelumnya tidak kita sadari.


Wooow…. jadi sebenarnya kita tekanan atau cobaan itu malah memunculkan potensi kita?

Ya, benar. Dengan catatan kita tidak putus asa, tidak menyerah sebelum bertanding dan tidak mengibarkan bendera kekalahan sebelum segala daya upaya, tenaga, pikiran dan energi kita kerahkan untuk mengatasi masalah kita.

Ambil contoh seorang yang tiba-tiba kedua tangannya harus diamputasi. Ia yang biasanya menjalankan aktivitasnya dengan kedua tangannya, namun ketika tangannya hilang, akhirnya dan lama kelamaan ia bisa memfungsikan kakinya untuk menjalankan aktivitasnya, meskipun tidak sesempurna bila dikerjakan dengan kedua tangannya. Sebuah kemungkinan yang tidak terpikirkan sebelumnya bukan?
 

Seperti itulah kita memodel per. Semakin kuat tekanan yang kita hadapi, semakin keluarlah potensi kita. Potensi dalam diri kita itu luar biasa besar dan powerful, hanya saja kadang kita melupakannya, kadang kita meremehkan kemampuan kita sendiri dan tidak jarang kita meragukan kemampuan yang sudah diberikan Tuhan untuk kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar